This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 24 Februari 2019

CONTOH KASUS PENGGUNAAN METODE TEOREMA BAYES

Artikel kali ini akan membahas mengenai bagaimana metode teorema bayes digunakan untuk mendiagnosa gangguan perkembangan pada anak.
Metode Bayes merupakan metode yang baik didalam mesin pembelajaran berdasarkan data training, dengan menggunakan probabilitas bersyarat sebagai dasarnya. 
Metode Bayes adalah pendekatan secara statistik untuk menghitung Tradeoffs diantara keputusan yang berbeda - beda, dengan menggunakan probabilitas dan costsyang menyertai suatu pengambilan keputusan. Probabilitas Bayes merupakan salah satu cara untuk mengatasi ketidakpastian data dengan cara menggunakan formula bayes yang dinyatakan dengan: 
Bentuk teorema bayes untuk evidence tunggal E dan hipotesis tunggal H adalah : 
p(H|E)=p(E|H)*p(H) / p(E) 

Dimana : 
p(H |E) : probabilitas hipotesis H terjadi jika evidence E terjadi. 
p(E |H) : probalilitas munculnya evidence E, jika hipotesis H terjadi. 
p(H) : probabilitas hipotesis H tanpa memandang evidence apa pun. 
p(E) : probabilitas evidence E tanpa memandang apa pun. 

Bentuk teorema bayes untuk evidence tunggal E dan hipotesis ganda H1, H2,…,Hn adalah : 

Dimana : 
P(Hi|E): probabilitas hipotesis Hi terjadi jika evidence E terjadi. 
P(E|Hi): probalilitas munculnya evidence E, jika hipotesis Hi terjadi. 
P(Hi ) : probabilitas hipotesis Hi tanpa memandang evidence apapun. 
n : Jumlah hipotesis yang terjadi Untuk evidence ganda E1, E2, ….., Em dan hipotesis ganda H1, H2,….Hn adalah:

A. STUDY KASUS
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain /oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Perkembangan pada anak didukung oleh faktor Internal dan Eksternal. Perkembangan anak bisa saja cepat atau lambat tergantung dari faktor itu.
Namun bagaimana jika si anak perkembangannya tidak lazim seperti mengisap ibu jari, menggigit kuku, membenturkan kepala, menggigit atau memukul dirinya sendiri, menggoyangkan tubuh, perubahan emosi, perilaku seperti suka melampiaskan amarah karena frustrasi atau kesal terhadap suatu hal.
Dengan adanya Perkembangan komputer dewasa ini. Permasalahan diatas dapat digunakan untuk membantu orang tua mendeteksi apakah anak mengalami gangguan atau tidak yaitu dengan menggunakan sistem Pakar (Expert System) menggunakan Metode Bayes.
Sistem pakar adalah program berbasis pengetahuan yang menyediakan solusi-solusi dengan kualitas pakar untuk problema-problema dalam suatu domain yang spesifik. Sistem pakar merupakan program komputer yang meniru proses pemikiran dan pengetahuan pakar dalam menyelesaikan suatu masalah tertentu. Oleh karena itu dibangun suatu sistem pakar yang dapat membantu para pakar / psikolog anak untuk menentukan jenis gangguan perkembangan pada anak dengan menggunakan metode Bayes.

Pada bagian ini diberikan contoh proses akuisisi dan representasi pengetahuan suatu perangkat dalam hal ini adalah gejala- gejala dan penyakit, seperti pada study kasus berikut :
Basis permasalahan Andi mengalami berupa:
1. Menggigit / memukul diri sendiri (G4)
2. Kurang aktifitas dan perhatian (G16)
3. Tingkah laku hypernetik (G17)
4. Ngompol(G20)
5. Sulit memulai tidur (G22)
6. Mengekspresikan kecemasan dengan menangis (G26)
Lakukan pendiagnosaan penyakit yang diderita Andi menggunakan Teorema Bayes.

Penyelesaian:
1. Awalnya, buat tabel hubungan penyakit dan gejala terlebih dahulu. Penyakit yang diteliti adalah gangguan kebiasaan, gangguang psikologis, gangguan prilaku, gangguan insomnia, gangguan kecemasan dengan jumlah gejala sebanyak 27 gejala. Maka, hubungan penyakit dengan gejalanya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Tabel Gejala-Gejala dan Gangguan Perkembangan Anak
2. Buat hipotesis awal. Misalkan :
Hipotesis H1 adalah gangguan kebiasaan
Hipotesis H2 adalah gangguan psikologis
Hipotesis H3 adalah gangguan prilaku
Hipotesis H4 adalah gangguan insomnia
Hipotesis H5 adalah gangguan kecemasan
3. Lakukan masing-masing penghitungan tingkat kepercayaan diagnosa menggunakan Teorema Bayes.
a. Pertama kita buat tabel hasil survei kasus pasien gangguan perkembangan anak berdasarkan riwayat data kesehatan pasien gangguan perkembangan anak di RSUD Tanjung Pura.

Tabel 2.
Tabel Kasus Gangguan Perkembangan Anak
Keterangan tabel :
a. Kasus menyatakan jumlah pasien gangguan kebiasaan, psikologis, prilaku, insomnia, kecemasan, yaitu sebanyak 20 orang pasien.
b. Simbol menyatakan gejala-gejala yang dialami setiap pasien pada suatu penyakit.

4. Hitung probabilitas setiap hipotesis tanpa memandang gejala (evidence) apapun, maka probabilitas adalah:
5. Hitung probabilitas setiap gejala (evidence E) untuk setiap hipotesis, Sehingga diperoleh probabilitas setiap gejala, yaitu :

6. Hitung propabilitas untuk setiap hipotesis berdasarkan evidence E4 E16 E17 E20 E22 E26 dengan persamaan:
Untuk propabilitas hipotesis (H1) berdasarkan evidence E4 E16 E17 E20 E22 E26 adalah:




Untuk propabilitas hipotesis (H2) berdasarkan evidence E4 E16 E17 E20 E22 E26 adalah:




Untuk propabilitas hipotesis (H3) berdasarkan evidence E4 E16 E17 E20 E22 E26 adalah:

Untuk propabilitas hipotesis (H4) berdasarkan evidence E4 E16 E17 E20 E22 E26 adalah:


Untuk propabilitas hipotesis (H5) berdasarkan evidence E4 E16 E17 E20 E22 E26 adalah:

Karena nilai kepercayaan H5 lebih besar daripada terhadap H1 H2 H3 H4, maka diperoleh kesimpulan bahwa Andi menderita gangguan kecemasan (Hipotesis H5) dengan nilai kepercayaan 0.479



B. KESIMPULAN
1. Setiap tumbuh kembang pada anak berbeda-beda tergantung dari factor internal dan external, untuk mengetahui apakah anak mengalami gangguan perkembangan, hal ini dapat di ketahui berdasarkan gejala-gejala yang dialami anak. Berdasarkan gejala yang dialami maka dapat diketahui apakah si anak mengalami gangguan perkembangan seperti kebiasaan, psikologis, prilaku, insomnia, dan kecemasan.
2. Dengan menerapkan metode bayes dalam mendiagnosa gangguan perkembangan anak, maka hasil yang di dapat bisa lebih akurat karena ada nilai perbandingan dari setiap jenis gangguan, nilai yang terbesarlah yang berarti si anak mengalami gangguan perkembangan.



Referensi : Rita Hamdani, Jurnal Mantik Penusa, Volume 20 No 1 Desember 2016. Program Studi Manajemen Informatika STMIK Pelita Nusantara Medan, Jalan Iskandar Muda No.1, Merdeka, Medan Baru, Sumatera Utara




Minggu, 17 Februari 2019

METODE INFERENCE FORWARD CHAINING DAN BACKWARD CHAINING DONI 3332160030


­­­Contoh Penggunaan Metode Inference Forward Chaining dan Backward Chaining


Metode Forward Chaining

Forward Chaining atau runut maju merupakan strategi pencarian yang memulai proses pencarian dari sekumpulan data atau fakta, dari data-data tersebut dicari suatu kesimpulan yang menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi. Mesin inferensi mencari kaidah-kaidah dalam basis pengetahuan yang premisnya sesuai dengan data-data tersebut, kemudian dari kaidah-kaidah tersebut diperoleh suatu kesimpulan.
Contoh dari teknik ini adalah sebagai berikut :
Misalkan untuk menentukan warna buah yang berciri – ciri berbulu dan berukuran kecil, dan terdapat ketentuan dasarnya seperti berikut :
Jika kecil dan berbulu – Maka buah rambutan
Jika besar dan berduri – Maka buah durian
Jika rambutan – Maka berwarna merah
Jika durian – Maka berwarna kuning
Maka dengan ketentuan tersebut akan dicari pernyataan yang cocok, dan hasilnya adalah rambutan. Kemudian pencarian berikutnya dengan data rambutan, maka hasilnya adalah berwarna merah. Dengan begitu, telah tercapai tujuan utamanya yaitu menentukan warna buah. Oleh karena itu, metode ini sering disebut Data-Driven.

Dalam kehidupan sehari hari contoh penggunaan metode forward chaining ini adalah mengenai Penerapan Sistem Pakar Dengan Metode Inference Forward Chaining Untuk Mendiagnosa Penyakit Saluran Pencernaan, selengkapnya sebagai berikut.

Teknik analisis dalam proses sistem pakar ini menggunakan metode inferensi dengan Forward Chaining. Dengan melihat dari inputan pengguna berupa gejala – gejala, dengan inferensi pada ketentuan yang telah dibuat, akan didapat aturan dataset yang cocok dengan inputan dari pengguna. Kemudian hasilnya akan diberikan kepada pengguna berupa kemungkinan penyakit yang terdiagnosa beserta definisi dan solusi. Tabel dataset penyakit dan gejalanya sebagai berikut :
Tabel 3. 1 Tabel Dataset Penyakit dan Gejalanya
No.
Penyakit
Gejala 1
Gejala 2
Gejala 3
Gejala 4
Gejala 5
1
A
True
True
True
True
False
2
B
True
True
False
True
True
3
C
False
False
True
True
True
4
D
False
True
True
True
True
5
E
False
True
True
False
True

Dari Tabel 3. 1 tersebut dapat dibuat algoritma Forward Chaining nya sebagai berikut :
If Gejala 1 And Gejala 2 And Gejala 3 And Gejala 4 Then Penyakit A
If Gejala 1 And Gejala 2 And Gejala 4 And Gejala 5 Then Penyakit B
If Gejala 3 And Gejala 4 And Gejala 5 Then Penyakit C
If Gejala 2 And Gejala 3 And Gejala 4 And Gejala 5 Then Penyakit D
If Gejala 3 And Gejala 3 And Gejala 5 Then Penyakit E

Inputan dari pengguna akan menentukan hasil diagnosa dari berdasarkan gejala – gejalanya. Pengguna menginput gejala yang ada, lalu dengan inferensi, akan melakukan pencarian dataset gejala penyakit yang paling cocok. Misalnya gejala – gejala yang dialami pasien adalah Gejala 2, Gejala 3, Gejala 4 dan Gejala 5. Maka Penyakit yang akan terdiagnosa adalah Penyakit D sesuai dengan aturan yang ada. Kemudian akan diberikan hasil diagnosa tersebut kepada pengguna beserta dengan definisi dari penyakit yang terdiagnosa dan saran pengobatan jika tersedia.

Referensi: Suryanto “Penerapan Sistem Pakar Dengan Metode Inference Forward Chaining Untuk Mendiagnosa Penyakit Saluran Pencernaan”. STMIK Banjarbaru. Banjarmasin 2011.




Metode Backward Chaining

Pada kasus ini metode Backward chaining digunakan sebagai Model Criminal Investigation Expert System (CRIES) Untuk Menangani Kasus Pembunuhan.
Backward Chaining adalah suatu alasan berkebalikan dengan hipotesis, dimana hipotesis dihasilkan setelah mengumpulkan fakta – fakta yang sudah ada secara lengkap lalu diambil kesimpulan (conclusion) atau hipotesisnya sedangkan backward chaining akan memperkirakan potensial kesimpulan (conclusion) yang mungkin terjadi atau terbukti, karena adanya fakta yang mendukung hipotesis tersebut.
Sebagai contoh akan diuraikan sebagai berikut, jika suatu
masalah mempunyai sederetan kaidah seperti berikut :
R1 : A AND C, THEN E
R2 : IF D AND C, THEN F
R3 : IF B AND E, THEN F
R4 : IF B THEN C
R5 : IF F THEN G
Fakta yang diketahui adalah A dan B bernilai benar (True). Proses Penalaran yang akan dilakukan adalah :
Langkah 1 : Berdasarkan R5 jika F bernilai benar maka G bernilai Benar, maka kita akan menelusuri aturan yang terdapat variabel F yaitu R2 dan R3.
Langkah 2 : Pada aturan R2 kita tidak mengetahui nilai kebenaran D karena tidak disebutkan pada fakta yang diketahui dan juga tidak ada rule lagi selain rule itu sendiri untuk mengetahui nilai kebenaran D, maka selanjutnya kita akan mengevaluasi R3.
Langkah 3 : Pada aturan R3 dapat diketahui sesuai dengan fakta acuan bahwa B bernilai benar maka kita akan menelusuri aturan yang terdapat variabel E yaitu R1
Langkah 4 : Berdasarkan R1 maka dapat diketahui bahwa A adalah bernilai benar maka selanjutnya kita akan menelusuri aturan yang terdapat variabel C yaitu R4.
Langkah 5 : Berdasarkan R4 maka dapat diketahui bahwa C bernilai benar karena B bernilai benar.
Dari proses diatas maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa G bernilai benar.
Pada Contoh model penggunaan Backward Chaining pada kasus metode Model Criminal Investigation Expert System (CRIES) Untuk Menangani Kasus Pembunuhan sebagai berikut :

1. Analisa Kategori Kasus
Analisa Kategori Kasus adalah analisa yang digunakan oleh sistem untuk membagi kategori kasus yang dianalisa menjadi 6 kategori yaitu Pembunuhan Dengan Unsur Pemerkosaan, Pembunuhan Dengan Unsur Perampokan, Pembunuhan Dengan Unsur Penganiayaan, Mutilasi, Bunuh Diri dan Meninggal Secara Alami. Sistem membagi kasus menjadi beberapa kategori agar kasus yang dianalisa menjadi lebih spesifik dan dapat ditentukan pasal apa saja yang dikenakan pada kasus tersebut beserta sanksi dan juga hukuman kurungan atau penjaranya. Pembagian kasus tersebut juga berguna agar sistem dapat menganalisa kasus secara lebih spesifik karena pada masing – masing unsur yang terdapat pada suatu kasus pembunuhan akan mempunyai bukti yang tingkat atau derajat kepercayaan (Believe Degrees) yang lebih tinggi dibanding kasus lain. Contohnya Pembunuhan Dengan Unsur Pemerkosaan akan mempunyai Believe Degrees yang lebih tinggi untuk BiologicalEvidence dari tubuh tersangka yang tertinggal pada tubuh korban seperti cairan kelamin, mukosa (air liur), rambut dan juga bulu, serta sidik jari karena pelaku melakukan kontak fisik dengan korban secara intense dan juga berulang – ulang yang berakibat pada meningkatnya peluang perpindahan biological evidence dari tubuh pelaku ke lingkungan sekitarnya atau bahkan tubuh korban. Hal yang pertama dilakukan adalah membagi kasus menjadi beberapa kategori, sistem akan mengajukan pertanyaan – pertanyaan dan menganalisa jawaban yang didapatkan dari user. Alur dari pertanyaan – pertanyaan yang diajukan serta penarikan kesimpulan oleh sistem akan digambarkan oleh Pohon Keputusan atau Tree Diagram di bawah ini :

Gambar 1. Pohon Keputusan

Alur Pertanyaan yang digunakan oleh sistem untuk menyimpulkan jawaban hasil dari analisa pertanyaan dari user akan digambarkan oleh Tabel Production Rules di bawah ini :
Dari Tabel Production Rules diatas maka dapat dibuat Pseudocode untuk analisa yang akan dilakukan oleh dari sistem. Di bawah ini adalah contoh Pseudocode untuk analisa Kasus Pembunuhan Dengan Unsur Penganiayaan dengan Kode Kategori K03

Rules 03 untuk hasil Analisa dengan kode K03 :
IF F01(Apakah Korban Berjenis Kelamin Laki – Laki ? ) = Y
AND
F05(Apakah Di Tubuh Korban Terdapat Tanda – Tanda Kekerasan? ) = Y
AND
F06 (Apakah Di Tubuh Korban Terdapat Luka Memar Atau Lebam ?) = Y
AND
F08 (Apakah Luka Memar Terdapat Pada Bagian Tubuh Lain dan Banyak Jumlahnya ? ) = Y
)
OR
(
F01 (Apakah Korban Berjenis Kelamin Laki – Laki ?) = T
AND
F04 (Apakah Korban Ditemukan Dalam Keadaan Tidak Memakai Apa – Apa Atau Hanya Sebagian ?) = T
AND
F05 (Apakah Di Tubuh Korban Terdapat Tanda – Tanda Kekerasan ?) = Y
AND
F06 (Apakah Di Tubuh Korban Terdapat Luka Memar Atau Lebam ?) = Y
AND
F08 (Apakah Luka Memar Terdapat Pada Bagian Tubuh Lain dan Banyak Jumlahnya ? ) = Y
THEN
K03(Pembunuhan Dengan Unsur Penganiayaan)

2. Analisa Dugaan Senjata
Analisa Dugaan Senjata adalah analisa yang dilakukan oleh sistem untuk mengetahui senjata yang digunakan oleh pelaku dalam melakukan tindakan kriminalnya. Dalam menganalisa dugaan senjata sistem akan menganalisa derajat
keparahan luka (Severity Degrees) yang dihasilkan oleh senjata pelaku dan membagi kategori senjata tersebut menjadi Senjata Tajam Kelas Berat, Senjata Tajam Kelas Ringan, Senjata Tumpul dan juga Senjata Api. Sebagai contoh jika
pada tubuh korban ditemukan luka tusukan atau sayatan senjata tajam dengan lebar relatif kecil maka dapat disimpulkan bahwa pelaku menggunakan Senjata Tajam Kelas Ringan. Jika Pelaku disimpulkan menggunakan senjata tajam kelas ringan maka kemungkinan besar bahwa darah korban ataupun biological evidence lain seperti keringat, bulu ataupun sidik jari korban akan terdapat pada tangan pelaku ataupun baju pelaku, yang berakibat pada meningkatnya derajat kepercayaan (Believe Degrees) pada bukti – bukti tersebut yang nantinya akan membantu proses persidangan. Untuk melakukan Analisa Dugaan Senjata maka sistem akan menggunakan beberapa alur pertanyaan dan menyimpulkan jawaban dari alur pertanyaan tersebut . Alur Pertanyaan dan Jawaban akan digambarkan oleh Pohon
Keputusan di bawah ini :



Gambar 2. Pohon Keputusan Dugaan Senjata

Alur Pertanyaan yang digunakan oleh sistem untuk menyimpulkan jawaban hasil dari analisa pertanyaan dari user akan digambarkan oleh Tabel Production Rules di bawah ini :



Dari Tabel Production Rules diatas maka dapat dibuat Pseudocode untuk analisa yang akan dilakukan oleh dari sistem. Di bawah ini adalah contoh Pseudocode untuk Analisa Senjata Tajam Kelas Berat dengan Kode Dugaan S01 :
Rules 03 untuk Hasil Analisa Dengan Kode S01 :
IF (F05 (Apakah Di Tubuh Korban Terdapat Tanda – Tanda Kekerasan ?) = Y
F02 (Apakah Terdapat Luka Berlubang Berbentuk Bulat Pada Tubuh
Korban ?) = T
AND
F09 (Apakah Di Tubuh Korban Terdapat Luka Yang Berasal Dari Senjata Tajam ?) = Y
AND
F10 (Apakah Di Tubuh Korban Terdapat Luka Tusukan ?) = Y
AND
F12 (Apakah Luka Tusukan Itu Kecil Dan Mempunyai Lebar Yang Relatif Kecil ?) = T
AND
F13 (Apakah Luka Tusukan Itu Lebar Dan Mempunyai Lebar yang Relatif Besar ?) = Y
)
OR
(
F05 (Apakah Di Tubuh Korban Terdapat Tanda – Tanda Kekerasan ?) = Y
AND
F02 (Apakah Terdapat Luka Berlubang Berbentuk Bulat Pada Tubuh Korban ?) = T
AND
F09 (Apakah Di Tubuh Korban Terdapat Luka Yang Berasal Dari Senjata Tajam ?) = Y
AND
F10 (Apakah Di Tubuh Korban Terdapat Luka Tusukan ?) = T
AND
F14 (Apakah Luka Sayatan Terlihat Dalam Dan Lebar ?) = Y
)
THEN
S01 (Senjata Tajam (Kelas Berat) )


3. Analisa Dugaan Waktu Kematian Analisa Dugaan Waktu Kematian dilakukan oleh sistem untuk menentukanWaktu Kematian Korban berdasarkan prinsip ilmu forensik bidang Pathology yaitu Tri Mortis Principle yaitu Livor Mortis (Suhu Mayat), Algor Mortis (Lebam Mayat)dan Rigor Mortis (Kaku Mayat). Jika Dugaan Waktu Kematian korban diketahui maka dapat mengefektifkan kerja peyidik dalam mengungkap kasus pembunuhan tersebut. Sebagai contoh jika diketahui hasil Analisa Dugaan Waktu Kematian yang dilakukan oleh sistem terhadap korban adalah Kurang dari 2 Jam maka sistem akan memberikan rekomendasi kepada petugas untuk melakukan pengejaran kepada terduga tersangka karena kemungkinan pelaku belum terlalu jauh meninggalkan TKP. Selain memberikan rekomendasi pengejaran sistem juga akan memberikan rekomendasi untuk melakukan evaluasi terhadap Transient Evidence atau bukti yang derajat kepercayaannya (Believe Degrees) dipengaruhi oleh waktu, contohnya asap (Smoke), bau (odor) atau bahkan sidik jari jika terdapat pada tubuh korban. Jika Waktu Kematian sudah mencapai lebih dari 24 jam maka tubuh korban akan memasuki fase putrefaction atau saponifikasi, dimana tubuh korban akan mengeluarkan cairan bening pada kulit tubuh korban dan akan berakibat pada berkurang atau bahkan hilangnya derajat kepercayaan (Believe Degrees) sidik jari yang terdapat pada tubuh korban. Untuk melakukan Analisa Dugaan Waktu Kematian maka sistem akan mengajukan beberapa pertanyaan sesuai dengan alur pertanyaan yang ditetapkan serta menyimpulkan hasil analisa berdasarkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Alur Pertanyaan beserta jawaban dan hasil analisa yang dilakukan oleh sistem akan digambarkan pada Pohon Keputusan Analisa Dugaan Waktu Kematian di bawah ini :



Gambar 3. Analisa Dugaan Waktu Kematian Alur Pertanyaan yang digunakan oleh sistem untuk menyimpulkan jawaban hasil dari analisa pertanyaan dari user akan digambarkan oleh Tabel Production Rules di bawah ini :



Dari Tabel Production Rules diatas maka dapat dibuat Pseudocode untuk analisa yang akan dilakukan oleh dari sistem. Di bawah ini adalah contoh Pseudocode untuk Analisa Dugaan Waktu Kematian 24 sampai 36 Jam dengan Kode
Dugaan W06 :
Rules 04 untuk Hasil Analisa dengan Kode W06 :
IF ( F23 (Apakah Kondisi Mata Korban Terbuka ?) = Y
AND
F26 (Apakah Bagian Mata Hitam Korban Sudah Hilang ?) = Y
AND
F19 (Apakah Tubuh Korban Terlihat Kaku ?) = Y
)
OR
(
F23 (Apakah Kondisi Mata Korban Terbuka ?) = T
AND
F26 (Apakah Bagian Hitam Mata Korban Sudah Hilang ?) = Y
AND
F21 (Apakah Tubuh Korban Sudah Mulai Mengeluarkan Bau Tak Sedap ?) = T
AND
F20(Apakah Kulit Tubuh Dari Korban Sudah Berubah Warna Menjadi Biru Kehijauan ?)= Y
)
THEN
W06 (24 Sampai 36 Jam)

Berdasarkan seluruh percobaan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemecahan suatu kasus kriminal yaitu kasus pembunuhan pada Polres Metro Tangerang dilakukan oleh penyidik dan jika diperlukan maka penyidik dapat meminta bantuan para pakar sesuai dengan bidang yang diperlukan misalnya untuk bidang Pathology yaitu seorang dokter yang mempunyai kemampuan khusus dan spesifik dalam menganalisa waktu kematian (Time Of Death) , Penyebab Kematian (Cause Of Death) dan juga Perilaku Kematian (Manner Of Death).

2. Untuk membangun suatu sistem yang dapat mengadopsi kemampuan berpikir serta pemecahan masalah dari para pakar dalam memecahkan suatu kasus pembunuhan maka peneliti membuat Sistem Pakar Investigasi Kriminal. Untuk membangun Sistem Pakar Investigasi Kriminal yang diusulkan peneliti menggunakan metode Backward Reasoning dan juga dalam metode pembuatan mesin inferensinya sendiri peneliti menggunakan metode Bacward Chaining. Peneliti juga membuat sistem yang menggunakan metode yang telah disebutkan diatas berbasiskan web yang menambah mobilitas dari sistem tersebut agar bisa digunakan dimana saja dan kapan saja.Dengan demikian hasil yang diharapkan dari system ini adalah membantu kepolisian didalam pemecahan kasus criminal dengan memanfaatkan backward Chaining.


Referensi : M.Yusuf Efendy, dkk. "Penerapan Backward Chaining Sebagai Model Criminal Investigation Expert System (CRIES) Untuk Menangani Kasus Pembunuhan".  STMIK Raharja, 2016.